Munafik

Tertawa, sedih sampai miris melihat konflik antara tanah air tercinta dengan negeri tetangga Malaysia kembali menghangat bahkan cenderung memanas. Seperti kita ketahui Malaysia kembali berulah dengan mengklaim tari tor tor menjadi salah satu warisan budayanya. Selanjutnya bisa ditebak, masyarakat kita ramai ramai mengumpat, memaki sampai bersumpah serapah terhadap Malaysia. Kali ini penulis tidak menyoroti situasi yang sedang memanas, tapi lebih kepada lucu dan munafiknya masyarakat kita. Kenapa penulis bisa sampai mengatakan betapa lucu dan munafiknya mayoritas bangsa kita.

Pernah tidak, kita menyadari bahwa sebenarnya kita menghianati warisan budaya kita. Disaat Malaysia “memantau” warisan budaya yang kita abaikan, sebenarnya disaat itulah kita sedang memuja budaya asing yang bisa dikatakan bertentangan dengan budaya kita. Coba kita lihat disekeliling kita saat ini, banyak pemuda harapan bangsa malu memakai sepatu lokal dan dengan bangga memamerkan sepatu import bermerk Nike dan sebangsanya. Banyak pemudi kita dengan nyaman memakai celana pendek ketat dan bertank top ria. Banyak dari kita hafal lirik lagu Rihanna tapi lupa lirik lagu indonesia raya.

Dan lucunya mayoritas yang bangga dengan produk import, yang bertank top, yang hafal lirik Rihanna, sekarang ngomel ngomel gak jelas seperti sudah tau betul apa yang disebut warisan budaya. Coba lihat juga, modern dance lebih populer daripada tarian tradisional. Halllooo…kemana saja selama ini wahai engkau yang meneriakkan cinta warisan budaya negeri ini. Penulis yakin, banyak dari kita tidak mengetahui dari mana asal tari tor tor sebelum kejadian ini mencuat.

Lebih parah lagi para elit pejabat yang ikut latah menjadi pahlawan seakan mati matian membela dan menjaga warisan negeri ini. Padahal disisi lain mereka dengan serakah menjual kekayaan berupa emas, kayu sampai minyak.

Sebelum kita meneriakkan sumpah serapah pada saudara serumpun kita, alangkah baiknya kita berkaca pada diri kita sendiri. Apakah selama ini kita dengan ikhlas menjaga warisan yang ditinggalkan para pahlawan dan nenek moyang kita. Apakah kita dengan bijak menggunakan kekayaan alam yang diberikan Tuhan oleh kita. Selama kita belum hafal lirik indonesia raya, selama kita belum mengenal sejarah kebudayaan kita, selama itupula kita tidak pantas meneriakkan ganyang Malaysia. Karena penulis yakin, teriakan itu hanya disebabkan sifat barbar kita yang mengesampingkan logika.

Melihat itu semua, penulis sangat salut kepada pejuang kebudayaan kita yang tanpa lelah menjaga dan melestarikan budaya kita seperti Didi Nini Towok contohnya. Dan yang bikin penulis sedih, pejuang tersebut semakin sedikit jumlahnya di tengah ratusan juta warga Indonesia. Sikap pribadi penulis sendiri mungkin merelakannya. Anggap saja ini peringatan Tuhan terhadap kita yang semakin lupa akan budaya kita sendiri. Penulis juga yakin, kalau kita memang benar-benar bersatu menjaga dan melestarikan warisan budaya, mustahil Malaysia berani mencari gara-gara pada bangsa kita. Yang harus kita lakukan saat ini bagaimana kita menjaga sisa budaya kita dengan mulai lagi belajar mengenal dan melestarikan budaya tersebut. Kalau kita sudah melakukan semua itu, pantas kita berteriak GANYANG MALAYSIA!!!!!!!