Sikap Politik SBY Dalam Perspektif Semiotika

Semiotika menurut Charles Sanders Pierce dikenal dengan taksonomi tanda Qualisign, Sinsign dan Legisign. Qualisign adalah potensi sesuatu menjadi tanda. Sinsign atau Singular sign adalah tanda yang hampir menunjukkan kesahihannya sebagai pesan tertentu, tetapi masih butuh pembenaran. Dan Legisign adalah tanda yang telah terlegimitasi.

Menarik menelaah sikap politik SBY (Suka Bohong Ya) terhadap UU pilkada dalam perspektif semiotika. Terakhir kita lihat SBY menelepon ketua MK, pesan semiotik apa yang akan disampaikan? Kecil kemungkinan SBY meminta ketua MK membatalkan UU pilkada pada sidang nanti. Bodoh sekali kalo dia bilang begitu. Tindakan SBY menelpon ketua MK adalah sebuah kode. Pertanyaan sederhana, kenapa yang ditelpon adalah ketua MK? Apakah SBY sedang mengirim pesan akan membatalkan UU pilkada itu dengan menelepon Hamdan Zoelva selaku ketua MK? Saya pikir tidak, karena sepertinya SBY sedang menembak memantul.

Dalam perspektif semiotika, SBY masih “senang” bermain di sinsign, dalam logika ini tanda tersebut mendekati legisign. Tetapi berdasarkan dari beberapa sandiwara yang dimainkan, SBY tidak akan mengarah ke legisign, justru akan putar haluan dengan mengaburkannya tanda itu.
Lantas apa bidikan SBY dalam kasus ini. Menembak dengan pantulan berarti membidik dua sasaran yaitu realitas riilnya dan pantulannya. Realitas riilnya SBY tidak akan membatalkan UU pilkada tersebut, sedangkan pantulannya SBY sedang membangun relasi dengan rakyat yang menolak UU pilkada tersebut. Dengan menelpon Hamdan, SBY mengirim pesan bahwa ia kecewa dan serius berjuang menolaknya. Tetapi pada kenyataanya telpon tersebut akan membatasi ruang gerak ketua MK. Ketua MK akan terganggu dalam mengambil keputusan. Jika MK mengabulkan gugatan, KMP (Koalisi Merah Putih) akan menuduh MK tidak obyektif karena terintervensi SBY. Jika sebaliknya KMP pasti punya senjata untuk menegaskan kebenaran dirinya secara konstitusional.

Saya berkeyakinan MK akan obyektif dan tidak terpengaruh pesan SBY. Dengan demikian telpon SBY adalah pesan semiotik yang menggoda, jika tidak mau disebut mengganggu MK untuk condong ke penolakan gugatan. Itulah sandiwara politik yang dimainkan SBY, mengajukan gugatan sekaligus meminta gugatan itu ditolak. Bisa dikatakan gugatan ke MK adalah untuk menyasar realitas pantulan, membangun citra yang baik. Karena kita tau SBY amat sangat perduli dengan citranya. Sedangkan menelepon Ketua MK adalah untuk membidik realitas sesungguhnya yaitu SBY tidak setuju pilkada langsung.

Kini harapan saya sebagai rakyat, MK harus awas bahwa politisi termasuk SBY selalu memainkan konstitusi dengan membawa hukum ke ranah politik. MK harus terobos nalar politik dan masuk kenalar publik. Ketika hukum dimainkan dan kebenaran jadi samar MK harus memihak publik. Kembali kepolitik pantulan publik, analisa ini berdasarkan politik SBY selama ini yang selalu memainkan tanda dalam ketidakjelasan. Saya berharap analisa ini salah, dan oleh karena itu karakter politik SBY harus berubah 180 derajat. Dengan cara itu kepemimpinan SBY akan berakhir khusnul khotimah.

sumber : @acepiwansaidi

2 thoughts on “Sikap Politik SBY Dalam Perspektif Semiotika

    • Brand atau merk menggambarkan nilai atau value yang ditawarkan dan mempunyai peranan penting bagi konsumen untuk menentukan pilihan. Karena brand berfungsi sebagai value indicator. Sedangkan persepsi harga terhadap nilai
      pengertian dari perceived value adalah evaluasi menyeluruh dari kegunaan suatu produk yang didasari oleh persepsi konsumen terhadap sejumlah manfaat yang akan diterima dibandingkan dengan pengorbanan yang dilakukan atau secara umum dipikiran konsumen
      value dikenal dengan istilah “value for money”, “Best value”, dan “ you get what you pay for”, (Morris & Morris, 1990).
      *sumber mbah gugel.

      nah menarik juga menelaah hubungan nilai, harga dan merek terhadap brand yang dibangun SBY. Kiro2 ngunu a mblo? Ajarin donk kak…

Tinggalkan komentar